label

Kamis, 24 April 2008

UAN...UAN...UAN

Ujian Nasional baru saja selesai sehari yang lalu. Selama tiga hari para pembelajar mempertaruhkan nasibnya di arena ini. Hampir semua media masa, selama tiga hari berturut-turut memuat kejadian-kejadian seputar UN. MEMPRIHATINKAN...........!!

Mulai dari upaya pengiritan pemerintah dengan membuat LJK (Lembar Jawaban Komputer) yang tipis dan mudah robek, bahkan disebutkan disalah satu SMU Negeri di Kota Malang terdapat 200 lebih LJK yang rusak pada hari pertama.
Melihat kejadian ini, betapa berat beban siswa kelas tiga. Mau menyelesaikan kegiatan belajarnya setelah tiga tahun belajar harus menempuh ujian yang soalnya dibuat oleh orang yang sama sekali tidak pernah mengajarnya. Belum lagi suasananya yang dibuat mencekam. Mari kita perhatikan "warning" yang selalu terngiang dalam telinga para peserta Ujian... "HARUS PAKE PENSIL 2B DAN ASLI, HATI-HATI KARENA BANYAK PENSIL YANG PALSU. MENGARSIR JAWABAN HARUS HITAM DAN TIDAK BOLEH BELEPOTAN, BIODATA HARUS DIISI YANG BENAR KARENA KALAU SALAH NILAINYA TIDAK KELUAR. JANGAN LUPA SISWA YANG NOMOR GANJIL HARUS DAPAT SOAL A KALAU TIDAK BISA TERJADI KESALAHAN PADA PROSES KOREKSI. HATI-HATI KARENA YANG JAGA PENGAWAS DARI LUAR". dan yang terakhir ditambah lagi dengan "HATI-HATI KALAU MENGHAPUS LJK KARENA TIPIS DAN MUDAH SOBEK." Lengkap sudah penderitaan peserta Ujian.

Kalau kemudian beberapa media masa mengulas siswa yang menangis setelah ujian bahkan ada yang menagis sebelum ujian mungkin ini hal yang wajar jika siswa tidak dibekali kesiapan mental.


Yang memprihatinkan lagi dengan alasan membantu siswa ada banyak kejadian-kejadian "Konyol" yang dilakukan para guru dan tentu saja dalam koordinasi kepala sekolah. Sebutlah kejadian seorang guru yang mengirimkan jawaban ke siswa lewat sms, ada juga penyebaran jawaban di kamar mandi, dan yang lebih memprihatinkan kejadian di sebuah sekolah negeri yang akhirnya kasus ini menyeret beberapa guru ke lembaga hukum, karena ingin siswa disekolahnya lulus semua mereka beramai-ramai mengganti jawaban siswa. Wah kalau sudah begini apa arti pendidikan di sekolah selama tiga tahun. UN yang katanya untuk standarisasi mutu pendidikan disekolah apa masih bisa dijadikan pedoman. Ironis bagi sekolah yang menyelenggarakan UN dengan jujur bisa jadi beberapa siswanya tidak lulus, tetapi sekolah yang mutu pembelajaran disekolahnya tidakterlalu baik tetapi menghalalkan segala cara agar siswanya dapat lulus bisa berbangga karena siswanya lulus 100%. Kalau demikian apakah Ujian Nasional masih bisa digunakan untuk menguji kemampuan siswa? apalagi untuk melihat mutu sekolah.


Ujian Nasional sudah banyak memakan korban, mungkin masih jelas diingatan kita ketika tahun lalu seorang kepala sekolah ketauan mencuri soal UN, atau beberapa sekolah yang membentuk team sukses dengan mengganti jawaban, belum lagi kasus jawaban di kamar mandi. Dan masih banyak peristiwa yang menyebabkan seorang siswa bunuh diri karena tidak bisa mengerjakan, stress karena tidak lulus UN walaupun tergolong pandai, dan kemarin bahkan demi UN seorang siswi harus kehilangan keperawanannya. Apapun alasan yang dapat membuat seorang siswa, guru, kepala sekolah melakukan tindakan-tindakan konyol seperti itu membuat keprihatinan karena alasan utamanya karena mereka tidak ingin jadi korban UN.

Kejadian-kejadian ini seharusnya menjadi bahan evaluasi bagi pemerintah khususnya Dinas Pendidikan untuk mencari format yang lebih jelas untuk melakukan evaluasi akhir bagi siswa dan standarisasi mutu bagi sekolah.

Tidak ada komentar: